Alimin
Samawa
Ketua
Bidang Generasi Muda & Profesi
DPD
PKS Kota Mataram
Ki Hajar Dewantoro
memberikan pemaknaan tentang pendidikan yaitu segala upaya memajukan budi
pekerti berupa kekuatan batin dan karakter, pikiran (intelektual) dan
tubuh(fisik) anak dalam rangka memajukan
kehidupan mereka selaras dengan dunianya”
Memperingati
hari pendidikan nasional tanggal 2 Mei
hari ini. Tak banyak kisah indah yang tertoreh, atau setidaknya membuat
hati lega. Pasalnya, keberhasilan pendidikan yang diukur dengan UN tersebut
masih banyak cacat dan catatan yang harus disempurnakan. Tak hendak menghakimi
kegagalan UN, namun ketidak mampuan elemen terkait untuk membuat semacam
formulasi khusus bagi kemajuan pendidikan di negeri ini. Lihat saja, bagaimana
kurikulum pendidikan di negeri ini berubah dan terus diubah. Deretan kurikulum
CBSA, KBK, KTSP, dll. Metode ujian yang disempurnakan, system pengawas yang
diperbarukan. Tak membuat wajah pendidikan kemudian menjadi lebih baik.
Bahkan semakin memburuk.
Perubahan
kurikulum pendidikan sejatinya bertujuan untuk menyempurnakan penyelenggaraan
pendidikan, kini tak lagi relevan. Bukan karena penyelenggara pendidikan tak
punya keinginan besar untuk mewujudkan pendidikan lebih baik. Akan tetapi ada
saja, oknum yang ‘tidak mau’ melihat wajah pendidikan maju dan lebih baik. Atau
bisa dikatakan ada sebagian orang yang care dengan pendidikan, namun tak punya
ruang besar untuk mempertahankan idealisme mereka.
Jangan tertawakan
pendidikan kita hari ini
Pasca
UN dilaksanakan, banyak pihak yang mencerca. Bahkan tertawa dengan nada sinis
dan apatis, betapa buruknya wajah pendidikan kita. Dari kebocoran soal ujian,
hingga persoalan guru yang menjual idealism mereka demi kepentingan orang atau
pihak tertentu. Siswa menginginkan kelulusan gratis, tanpa usaha. Guru tak
ingin dicap tidak berhasil mengajar, kepala sekolah tak ingin dimutasi karena
kelulusan siswa binaannya tidak berhasil, dinas yang tidak mau tercoreng, pejabat
yang tidak mau posisinya tergeser adalah jenak-jenak alasan yang cengeng dan
remeh temeh. Kenapa tak alami saja, sekolah sebagai institusi yang
menyelenggarakan pendidikan melaksanakan tugas dengan optimal, tidak dalam
tekanan. Siswapun yang menjadi peserta didik tak frustasi dengan berbagai beban
yang harus mereka emban. Sehingga pelaksanaan pendidikan di negeri juga tak
akan terkesan angker. Orang tuapun tak menjadi peneror baru di rumah-rumah
mereka. Apa yang terjadi tentang
fakta kecurangan UN kemarin, yakni Kemendikbud menerima 585 pengaduan
kecurangan UN SMA, SMK tidak perlu lagi terjadi.
Jangan
menertawakan wajah pendidikan kita yang tidak bisa meluluskan siswanya seratus
persen. Tapi tertawakan keengganan beberapa pihak untuk memajukan dunia pendidikan
kita. Bayangkan saja alokasi anggaran dana pendidikan kita sangat minim hanya
3,41% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dibandingkan Negara serumpun semisal
Malaysia 7,9%, dan Thailand 5%. Sudah minim disunat pula. Maka semacam
keharusan bersama-sama memperbaiki moral yang kian lama tergerus dan tergadai
hanya demi kesenangan perorangan yang hanya sesaat.
Generasi Instant
Dari
SD hingga perguruan tinggi pelajaran agama digulirkan. Tapi sepi pengamalan.
Agama hanya menjadi penghias di KTP, atau biodata-biodata. Pendidikan agama
yang diajarkan adalah pelajaran menghafal dengan materi agama, dan dalam partisi
otak diberi nama pendidikan atau
pelajaran agama. Yang berakibat fatal pada perkembangan relegiusitas peserta
didik. Maka jangan heran output dari pendidikan yang berwajah kusam melahirkan
generasi yang kusam pula. Generasi yang hidupnya serba instan. Mau lulus
instant tanpa bercapek-capek. lihatlah, walaupun terlihat banyak lembaga kursus
atau privat yang tersebar, tetap saja rasa percaya diri siswa berkurang saat
dipertontonkan aksi pemberian jawaban melintas di depan mata. Jangan aneh suatu
ketika jika ada orang mau jadi PNS juga instant, tinggal nyogok tanpa tes
dijamin lulus. Mau cepat kaya juga instant, korupsi berjamaah. Terkenal juga
dengan cara instant. Jika tidak lolos dalam audisi bakat, maka jurus terakhir
ngaku Nabi. Terkenal!
Pilu
dan miris memang mendengar itu semua, jika system pendidikan tidak segera
diperbaiki. Pendidikan berkarakter yang sedang marak akhir-akhir ini bisa jadi
akan bernasib sama dengan metode-metode sebelumnya. Semua pihak yang berkompeten dalam hal ini harus
ikut bersama-sama mendukung lahirnya generasi Emas yang akan membangun bangsa,
sebagai mana tema besar Hardiknas hari ini. Tentu dengan duduk bersama,
melepaskan ego perorangan, lembaga atau bendera organisasi.
Pendidikan Integral yang
berkarakter, solusi?
Maraknya
lembaga pendidikan integral, sungguh sangat menggembirakan. Beberapa tahun ini
bahkan jumlahnya bertambah banyak. Apresiasi kehadiran pendidikan model
integral ini perlul didukung berbagai pihak. Karena pendidikan kita selama ini
telah ‘gagal’ melahirkan manusia. Mohammad Fauzil Adhim, penulis buku-buku
parenting mengatakan bahwa “Sekolah memperlakukan peserta didik semata sebagai hard disk yang siap dimasuki informasi
apa saja, tetapi tanpa program untuk mengolahnya. Setiap hari mereka hanya
belajar menyimpan informasi ke dalam otak, dan mengingat kembali saat ulangan”.
menjamurnya
model pendidikan islam terpadu akhir-akhir ini, sekali lagi harus disambut
dengan gembira. Tetapi…hadirnya model pendidikan ini tidak sekadar perubahan
nama belaka. Namun harus dibarengi dengan niat baik untuk memperbaiki wajah
kusam pendidikan di negeri ini. Tanpa melepaskan identitas Islam dalam
kurikulumnya, professional pengelolaannya, dan memperhatikan tenaga pendidiknya.
Barang tentu semuanya butuh proses.
Agar
kehadiran pendidikan integral ini benar-benar dirasakan manfaatnya untuk
memperbaiki puzzle-puzzle kusam pendidikan di negeri ini. Maka pengelolaannya
harus dengan logika semangat perbaikan, tanpa mereduksi nilai-nilai agama atau
meninggalkan nilai-nilai pengetahuan umum. Artinya bahwa, keberadaan pendidikan
islam terpadu tidak hanya menggabungkan kurikulum Departemen Agama dengan
kurikulum Pendidikan Nasional, yang menyebabkan peserta didik terbebani dengan
beban kurikuler berlebih. Akan tetapi bagaimana peserta didik dapat menangkap
tanda-tanda kebesaran Allah, Tuhan Yang Maha Esa, melalui setiap pelajaran yang
diajarkan.
Akhirnya,
di Hari Pendidikan Nasional ini, 2 Mei 2012. Kami sampaikan selamat kepada pejuang
Pendidikan. Selamat kepada seluruh Penggiat pendidikan yang melaksanakannya
dengan penuh kejujuran. Bangun Generasi Emas Indonesia, demi kejayaan bangsa.
Wallahualam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berikan komentar, saran dan kritik anda yang membangun.