Khutbah Jum'at : Membangun Masyarakat Madani dengan Ilmu dan Iman
Oleh : DR. Hidayat Nurwahid, MA.
DR. Hidayat Nurwahid, MA. |
الحمد لله، الحمد لله الذي أكرمنا بالرسالة التي هي رحمة للعالمين, وأنعم علينا بنعمة العلم والإيمان, أحمده سبحانه وأشكره، وأسأله التوفيق وبرد اليقين، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، إله الأولين والآخرين، وأشهد أن سيدنا ونبينا محمدًا عبده ورسوله، إمام المتقين وقائد الغر المحجلين، صلى الله عليه وعلى آله وصحبه أجمعين.
Puji dan syukur kita hadirkan hanya
kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas pelbagai nikmat, anugerah dan
karunia-Nya yang melimpah dan tak terhitung. Shalawat dan salam
sejahtera atas teladan kita Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam,
yang telah membawa Risalah Islam sebagai landasan untuk meraih
kebahagian dalam kehidupan dunia dan akhirat, baik itu pada level
individu maupun komunal.
Pada kesempatan ini pula, hendaknya kita
semua senantiasa kembali menguatkan dan meningkatkan komitmen
ketundukan dan ketaatan kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala, sebagai
konsekuensi kita sebagai seorang Mukmin.
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki
yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah
dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka
pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai
Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (33/36).
Hadirin Sidang Jum’at yang dimuliakan Allah,
Agama yang kita pahami, bukanlah agama
yang sekadar mengatur kehidupan pribadi seorang manusia dengan Sang
Pencipta, Allah subhanahu wa ta’ala. Namun kita meyakini bahwa Islam
sebagai sebuah entitas agama, adalah juga minhâj yang mengatur hubungan antarsesama atau yang kerap disebut sebagai hubungan mu’âmalah. Oleh
sebab itu, selain untuk mengantarkan seorang Muslim menjadi pribadi
yang saleh, Islam juga memiliki konsep untuk mengantarkan sebuah
masyarakat yang saleh, baik itu secara material maupun spiritual,
jasmani ataupun ruhani.
Konsep Islam atas pembentukan masyarakat itu dapat disebut sebagai Konsep Madanî, yakni
sebuah model yang merujuk bagaimana Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam membangun kerangka masyarakat Madinah, masyarakat yang dibangun
atas tiga landasan utama yaitu: masyarakat yang berbasis masjid;
berdasarkan persaudaran; dan masyarakat yang diatur oleh hukum (Piagam
Madinah).
Hadirin Sidang Jum’at yang dimuliakan Allah,
Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah:
kenapa langkah pertama yang dilakukan Rasulullah SAW saat membangun
masyarakat Islam di Madinah adalah membangun masjid? Maka, untuk mencoba
menjawab pertanyaan tersebut adalah dengan cara melihat bagaimana
Rasulullah memfungsikan masjid itu sendiri.
Adalah sangat disayangkan, masih ada di
kalangan ummat Islam yang menempatkan masjid sebagai elemen bagian dari
kehidupan masyarakat, bukan elemen utama dalam membangun masyarakat.
Cara pandang seperti itu dikarenakan adanya ideologi sekular yang
menafikan peran agama dalam pembangunan masyarakat. Padahal sejak awal
kemunculannya, seperti dikatakan oleh seorang orentalis terkenal H.A.R.
Gibb dalam Whither Islam, bahwa sebenarnya Islam merupakan lebih dari sekadar suatu sistem teologi saja, Islam adalah suatu peradaban yang komplit.
Dalam kaitan inilah, ada baiknya kita
merenungkan kata-kata yang dilontarkan oleh seorang pembaharu asal
Mesir, Syaikh Hasan Al Bannâ, yang mengatakan bahwa Islam itu ’aqîdah dan ibadah, tanah air dan kewarganegaraan, toleransi dan kekuatan, moralitas dan materi, wawasan dan hukum.
Oleh karena itu, hendaknya kita kembali
mengoreksi cara pandang kita terhadap Islam, yang dengan cara itu
niscaya kita dapat kembali menempatkan masjid seperti yang telah
difungsikan oleh Rasulullah dan generasi emas setelahnya.
Hadirin Sidang Jum’at yang dimuliakan Allah,
Masjid pada hakikat
utamanya adalah sebuah tempat untuk manifestasi ketundukan dan ketaatan
seorang Mukmin kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Dengan kata lain,
masjid merupakan ekspresi ibadah seorang Muslim.
وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا
”Dan sesungguhnya masjid-masjid itu
adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di
dalamnya di samping (menyembah) Allah.” (72/18).
Jadi kesimpulan besar dari fungsi masjid
itu adalah sebagai lokasi yang dikhususkan untuk beribadah kepada
Allah. Lalu, secara faktual Rasulullah dan generasi setelahnya ternyata
menjadikan masjid bukan sekadar tempat untuk beribadah shalat, namun
lebih dari itu. Karena ibadah seperti dijelaskan oleh Ibn Taymiyyah
adalah sebuah sebutan yang mencakup segala hal yang disukai dan diridlai
Allah, baik itu berupa lisan atau tindakan yang lahir atau pun yang
tersembunyi. Perspektif ibadah seperti inilah yang harus ditanamkan oleh
kita semua, sehingga kita semua selalu bersemboyan seperti yang
digambarkan oleh Allah:
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
”Katakanlah: “Sesungguhnya salat, ibadah, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (6/162)
Hadirin Sidang Jum’at yang dimuliakan Allah,
Selain untuk menggelar shalat secara berjamaah, Rasulullah juga telah menjadikan masjid sebagai basis ta’lîm dan tarbiyyah (pendidikan
dan pengajaran). Bagi Rasulullah, masjid adalah sekolah untuk
internalisasi nilai-nilai kebaikan dan kebajikan serta pengetahuan.
Menarik diperhatikan hadits Rasulullah berikut ini:
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ قَالَ:”مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يَعْلَمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حِجَّتُهُ (أخرجه الطبراني)
”Dari Abî Umâmah, dari Nabi
Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Siapapun berangkat menuju masjid
dan ia tidak menginginkan kecuali untuk belajar kebaikan atau
mengetahui kebaikan, maka baginya pahala seperti pahala yang hajinya
sempurna.” (HR. Ath Thabrânî).
Hadirin Sidang Jum’at yang dimuliakan Allah,
Ada benang merah kenapa langkah paling
pertama yang dilakukan Rasulullah saat tiba di Madinah adalah masjid,
yakni memberikan pesan bahwa sebuah masyarakat hendaknya dibangun atas
landasan iman dan ilmu.
Dalam Islam, iman dan ilmu merupakan dua
hal yang saling terkait dan integratif serta tidak bisa dipisahkan.
Dalam pandangan Islam, ilmu/sains/pengetahuan tidak malah menciptakan
ideologi semacam agnostik atau ateistik. Islam memandang bahwa untuk
mencapai keimanan yang benar, haruslah ditempuh melalui proses belajar
atau proses ”mengetahui”. Allah berfirman:
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ …
”Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Hak) melainkan Allah…” (47/19)
Atas dasar semangat belajar inilah
peradaban Islam tumbuh dan berkembang serta memberikan kontribusi yang
luar biasa terhadap peradaban dunia. Dalam sejarahnya, masjid
benar-benar telah menjadi sekolah-sekolah dan universitas-universitas
tempat lahirnya dan sebagai kawah candradimuka ulama dan ilmuwan. Masjid
menjadi perangkat shina’âh al-Hayâh yang mengantarkan masyarakar Muslim menjadi soko guru dunia (ustâzdiyyah al-’Ălam).
Dalam sejarah peradaban Islam, kita mengenal Masjid Amr ibn ’Ăsh di Fustat Mesir, tempat lahirnya harakat ’ilmiyyah di
Mesir; Masjid Umawy di Damaskus; Masjid Al-Manshûr di Baghdad; Masjid
Al-Qarawayin di Maroko yang terkenal dengan metodologi cara
belajar-mengajarnya, dilengkapi dengan asrama-asrama mahasiswa dan
perpustakaan, yang diminati oleh kalangan Ummat Islam maupun non-Muslim
dari seluruh pelosok dunia, khususnya dari Eropa termasuk di antara
alumninya itu adalah Gerbert d’Aurillac yang lantas menjabat sebagai
Paus Gereja Katolik Roma sejak 999 hingga 12 Mei 1003; demikian pula
Masjid Al-Zaytûnah di Tunisia yang terkenal dengan ilmu-ilmu syariat dan
logikanya, bahkan perpustakaan masjid di Tunisia itu memiliki koleksi
lebih dari 200 ribu jilid buku; demikian Masjid Al-Azhar yang kemudian
menjadi Universitas Al-Azhar yang sangat terkenal itu.
Masjid-masjid itu terus melahirkan ulama
dan ilmuwan, yang akhirnya masjid-masjid membangun tempat-tempat khusus
untuk proses belajar dan mengajar, yang pada era berikutnya dikenal
dengan madrasah. Lalu masjid-masjid pun hanya diperuntukkan
untuk pengajaran ilmu-ilmu syariah saja. Maka tibalah era di mana ummat
Islam mulai lemah dalam bidang sains dan pengetahuan, yang lalu
diperparah oleh tiga petaka yang mendera ummat ini.
Pertama, pembumihangusan Kota Fustat tahun 564 H. Kedua, pembumihangusan Baghdad, sebagai pusat peradaban Islam ketika itu pada tahun 656 H. Ketiga, Jatuhnya Andalus di Spanyol pada tahun 897 H.
Hadirin Sidang Jum’at yang dimuliakan Allah,
Pasca jatuhnya kiblat sains dan
pengetahuan Ummat Islam di Baghdad, Mesir dan Spanyol, ummat Islam
seperti ayam kehilangan induknya. Hasil ramuan ummat Islam antara Islam
dengan filsafat Yunani itu telah memberikan kontribusi yang luar biasa
terhadap perkembangan sains di dunia Barat, dan kemudian Barat
menjadikan sains sebagai entitas tersendiri dan terpisah dari agama
(Kristen), lantaran pengalaman ketidaksinkronan antara sains dan Kristen
yang berdarah-darahan. Imbasnya, ummat Islam era sekarang ini mengikuti
cara pandang Barat tersebut, yang memisahkan antara sains dan agama.
Hadirin Sidang Jum’at yang dimuliakan Allah,
Dari paparan singkat tadi, dapat
disimpulkan bahwa peradaban suatu ummat manusia akan mencapai
keemasannya ketika mereka dapat menguasai sains dan ilmu pengetahuan.
Sains dan ilmu pengetahuan yang unggul hanya akan lahir dari rahim
pendidikan yang berkualitas. Perdaban Islam lalu Barat telah membuktikan
bagaimana sains dan ilmu pengetahuan telah mengantarkan kepada
masyarakat yang maju dan terdepan. Hanya saja peradaban Ummat Islam
memiliki nilai tambah, yakni dilengkapi juga dengan peradaban spiritual,
sehingga tidak terjadi ketimpangan antara peradaban material dengan
peradaban jiwa kerohaniaan.
Hadirin Sidang Jum’at yang dimuliakan Allah,
Jadi, kata kunci terbentuknya masyarakat
Madanî yang beradab dan maju adalah dengan meningkatkan kualitas
pendidikannya. Indonesia sejak tahun 1998 memasuki era transisi dengan
tumbuhnya proses demokrasi. Demokrasi juga telah memasuki dunia
pendidikan nasional antara lain dengan lahirnya Undang-Undang No 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dimana bidang pendidikan
bukan lagi domain tanggung jawab pemerintah pusat, tetapi diserahkan
kepada tanggung jawab pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam
Undang–Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, yang lalu
hanya beberapa fungsi saja yang tetap berada di tangan pemerintah pusat.
Perubahan dari sistem yang sentralisasi ke desentralisasi akan membawa
konsekuensi-konsekuensi yang jauh di dalam penyelenggaraan pendidikan
nasional.
Selain perubahan dari sentralisasi ke
desentralisasi yang membawa banyak perubahan, juga di era demokrasi ini
dituntut bagaimana untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam
menghadapi persaingan bebas abad ke-21. Kebutuhan ini ditampung dalam
Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta pentingnya
tenaga guru dan dosen sebagai ujung tombak dari reformasi pendidikan
nasional.
Sistem Pendidikan Nasional
Era Reformasi yang diatur dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
diuraikan dalam indikator-indikator akan keberhasilan atau kegagalannya,
maka lahirlah Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan yang kemudian dijelaskan dalam Permendiknas RI.
Di dalam masyarakat Indonesia dewasa ini
muncul banyak kritikan baik dari praktisi pendidikan maupun dari
kalangan pengamat pendidikan mengenai pendidikan nasional yang tidak
mempunyai arah yang jelas. Dunia pendidikan sekarang ini bukan merupakan
pemersatu bangsa, tetapi merupakan suatu ajang pertikaian dan
persemaian manusia-manusia yang berdiri sendiri dalam arti yang sempit,
mementingkan diri dan kelompok. Hal tersebut disebabkan adanya dua
kekuatan besar, terutama kekuatan ekonomi, dimana neoliberalisme
pendidikan membawa dampak positif dan negatif. Positifnya, pendidikan
berorientasi kualitas dan persaingan bebas. Negatifnya, tujuan
pendidikan lantas didasarkan atas pertimbangan efisiensi, produksi, dan
keuntungan komersial alias profit oriented, yaitu mencari keuntungan
sebesar-besarnya terhadap investasi yang dilaksanakan dalam bidang
pendidikan. Akhirnya terjadilah komersialisasi pendidikan. Hanya
orang-orang berpunya saja yang bisa mengakses pendidikan. Padahal
Rasulullah mengatakan:
عن أنس بن مالك قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : طلب العلم فريضة على كل مسلم… – ابن ماجة
“Dari Anas bin Mâlik berkata, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Mencari ilmu itu kewajiban atas setiap Muslim.” (HR. Ibnu Mâjah)
Pesan Rasulullah di atas menegaskan ihwal tanggung jawaban pendidikan yang bersifat individu, atau dalam bahasa fiqih sebagai fardl ‘Ain, yang
itu berarti bahwa setiap Muslim memikul tanggung jawab tersebut dan
pada gilirannya menjadikan tanggung jawab bersama, dalam kaitan ini
Negara. Dalam konteks inilah sejarah Islam telah membuktikan bagaimana
penguasa-penguasa Muslim menjadikan pendidikan sebagai domain tanggung
jawabnya, sehingga mereka berhasil mencetak peradaban madanî yang
memberikan kontribusi luar biasa pada kesejahteraan ummat manusia.
Hadirin Sidang Jum’at yang dimuliakan Allah,
Islam sangat menekankan urgensi dari
pendidikan ini. Bahkan pertama kali yang diperintah Allah kepada
Rasulullah ada sebuah proses belajar ”Iqra’ (Bacalah!). Kemudian untuk menjadikan manusia dapat belajar itu, Allah memberikan tiga modal utama (adâwât al-Ilm): al-Sam’ (pendengaran), al-Abshâr (penglihatan) dan al-Afidah (akal dan nurani).
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
”Dan Allah mengeluarkan kamu dari
perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi
kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (16/78)
Ketiga modal itulah yang menjadikan
manusia kemudian memiliki pengetahuan dengan harapan bersyukur, yang
oleh Ibn Katsîr bentuk syukur yang paling utama –di samping untuk taskhîr sumber
daya alam– adalah memfungsikan ketika modal tersebut untuk mengenal
Allah. Dengan demikian, Islam ingin agar pengetahuan itu membentuk
manusia yang berkualitas, baik pada level personal maupun komunal, baik
itu untuk yang kehidupan di dunia (taskhîr) maupun di akhirat (marifatullâh), kecerdasan intelektual maupun spiritual.
Dalam perspektif inilah seharusnya
konsep pendidikan Indonesia di tempatkan, yakni mencetak manusia yang
memiliki ilmu dan iman, atau meminjam istilah Prof. Dr. B.J. Habibie
integrasi antara Iptek dan Imtak. Dalam kaitan ini Einstein mengatakan
ungkapan ”Science without religion is lame, religion without science is blind” (ilmutanpa agama adalah lumpuh, dan agama tanpa ilmu adalah buta).
Akhirnya, marilah kita bergandengan
tangan untuk secara bersama-sama menjadikan pendidikan anak-bangsa ini
menuju pendidikan yang berkualitas, sehingga membawa bangsa Indonesia
khususnya, dan ummat Islam pada umumnya menuju masyarakat madanî,
masyarakat yang sejahtera lahir dan batin.
Khutbah Kedua:
الحمد لله على إحسانِه، والشكر له على توفيقِه وامتنانه، وأشهد أن لا إلهَ إلا الله وحده لا شريكَ له تعظيمًا لشأنه، وأشهد أنّ سيّدنا ونبيّنا محمّدًا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، صلّى الله عليه وعلى آله وصحبِه وإخوانِه.
أمّا بعد: فأوصيكم ونفسي بتقوَى الله.
يا عبادَ الله,ـ إن الله قد أمركم الله في كتابِه الكريم فقال: إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا – الأحزاب:56
اللهمّ صلّ وسلّم على عبدك رسولك محمّد، وارضَ اللهمّ عن الخلفاء الأربعة الراشدين
اَللَّهُمَّ انْصُرْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ النَّاصِرِيْنَ وَافْتَحْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ وَاغْفِرْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْغَافِرِيْنَ وَارْحَمْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ وَارْزُقْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ وَاهْدِنَا وَنَجِّنَا مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ وَالْكَافِرِيْنَ.
“Ya Allah, tolonglah kami,
sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi pertolongan. Menangkanlah
kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi kemenangan.
Ampunilah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi ampun.
Rahmatilah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rahmat.
Berilah kami rizki sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rezki.
Tunjukilah kami dan lindungilah kami dari kaum yang zalim dan kafir.”
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَناَ الَّذِى هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَ الَّتِى فِيْهَا مَعَاشُنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِى فِيْهَا مَعَادُنَا وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِى كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شرٍّ
“Ya Allah, perbaikilah agama kami
untuk kami, karena ia merupakan benteng bagi urusan kami. Perbaiki dunia
kami untuk kami yang ia menjadi tempat hidup kami. Perbaikilah akhirat
kami yang menjadi tempat kembali kami. Jadikanlah kehidupan ini sebagai
tambahan bagi kami dalam setiap kebaikan dan jadikan kematian kami
sebagai kebebasan bagi kami dari segala kejahatan.”
اَللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَاتَحُوْلُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعْصِيَتِكَ وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَابِهِ جَنَّتَكَ وَمِنَ الْيَقِيْنِ مَاتُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مَصَائِبَ الدُّنْيَا. اَللَّهُمَّ مَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا وَاجْعَلْهُ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ عَاداَنَا وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِى دِيْنِنَاوَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا وَلاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا
“Ya Allah, anugerahkan kepada kami
rasa takut kepada-Mu yang membatasi antara kami dengan perbuatan maksiat
kepadamu dan berikan ketaatan kepada-Mu yang mengantarkan kami ke
surga-Mu dan anugerahkan pula keyakinan yang akan menyebabkan ringan
bagi kami segala musibah di dunia ini. Ya Allah, anugerahkan kepada kami
kenikmatan melalui pendengaran, penglihatan dan kekuatan selama kami
masih hidup dan jadikanlah ia warisan bagi kami. Dan jangan Engkau
jadikan musibah atas kami dalam urusan agama kami dan janganlah Engkau
jadikan dunia ini cita-cita kami terbesar dan puncak dari ilmu kami dan
jangan jadikan berkuasa atas kami orang-orang yang tidak mengasihi
kami.”
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ.
“Ya Allah, ampunilah dosa kaum
muslimin dan muslimat, mukminin dan mukminat, baik yang masih hidup
maupun yang telah meninggal dunia. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar,
Dekat dan Mengabulkan doa.”
رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Posted by PKS Kota Mataram
on 08.34. Filed under
.
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0.
Feel free to leave a response